Pada tahun 2014, bangsa Indonesia memasuki tahun ke-69 nya sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Namun tidak bisa dipungkiri meski telah merdeka, bangsa kita masih “dijajah” oleh berbagai permasalahan yang masih terus menyertai kita...
1. Sistem Pendidikan yang Amburadul
Baru-baru ini Kemendikbud telah
menetapkan sistem kurikulum 2013, kurikulum baru ini menuntut murid agar
mengerti sebuah pelajaran dan bukan hanya sekedar menghafal pelajaran tersebut.
Sekilas terdengar bagus, tapi masalahnya untuk mencapai tujuan brilian
tersebut, Kemendikbud menetapkan kebijakan “brilian” seperti menaikkan KKM,
menambah jumlah mata pelajaran, dan mengurangi hari libur siswa.
Wait...., what? Bagaimana caranya
itu bisa membuat siswa kita menjadi lebih baik? Apa iya dengan membuat mereka
lebih lama belajar mereka semua pasti keluar sebagai anak pintar? Tampaknya
pemerintah Indonesia belum menyadari kalau sistem pendidikan klasik seperti itu
sudah usang. Setiap anak punya potensi kemampuan yang berbeda, cara seperti ini
memaksa mereka untuk menjadi ahli di bidang tertentu yang belum tentu mereka kuasai.
Ilustrasinya seperti ini :
seorang anak yang ahli di bidang olahraga tapi ia dipaksa harus bisa di bidang
matematika dan sains. Padahal si anak tersebut tidak tertarik dan kurang
berpotensi di bidang tersebut. Tapi karena adanya penetapan standar membuat si
anak tersebut merasa minder dan tidak bisa apa-apa. Pengetahuan dasar memang
dibutuhkan oleh semua orang, namun yang tidak kalah penting adalah
mengembangkan potensi tertinggi seseorang. Sebab tanpa realisasi potensi hanya
akan tetap sebagai potensi, tanpa bisa memberikan dampak positif bagi si
pemiliknya.
2. Pemerintahan & Birokrasi yang Kacau
Yang satu ini sudah bukan
rahasia. Saya tidak mengatakan bahwa pemerintah secara keseluruhan bersifat
buruk. Tapi oknum-oknum tertentu di pemerintahan tersebut yang membuat
orang-orang yang benar-benar ingin mengabdi pada negara jadi memiliki imej yang
negatif.
Para oknum-oknum ini hanya
berniat menggunakan posisi mereka di pemerintahan untuk memenuhi nafsu mereka
akan kekuasaan dan harta, dan mereka sama sekali tidak perduli pada keberadaan
rakyat yang telah mempercayakan posisi tersebut kepada mereka. Sayangnya
kalaupun mereka tertangkap basah tengah menyalahgunakan kekuasaan mereka, hukum
seolah-olah tidak bisa menjerat mereka.
2014 ini menjadi era baru bagi
pemerintahan Indonesia, dengan adanya presiden dan wakil rakyat yang baru.
Apakah mereka mampu merubah kondisi ini? Entahlah biarpun di satu sisi kita
harus optimis, masalah dan sifat buruk yang telah membelit pemerintahan kita
bukan sesuatu yang mudah untuk ditangani dalam 5 tahun. Tapi kita hanya baru
bisa benar-benar bisa mengambil kesimpulan nyata setelah melewati periode
terseut bukan? Biarpun pemerintahan kita diwarnai dengan masalah, tapi mereka
bukan satu-satunya sumber permasalahan. Permasalahan yang tidak kalah
merepotkan adalah...
3. Rakyat itu Sendiri
Iya, benar. Pemerintah mungkin
adalah nahkoda dari kapal besar yang kita namai Indonesia ini, tapi seorang
nahkoda sebaik apa pun tanpa didukung anak buah yang baik tak akan bisa berbuat
banyak. Sebagian dari masyarakat masih dikuasai oleh mental negatif, seperti
mental suap, tidak bertanggung jawab, egois dan kurang keperdulian.
Masyarakat begitu sering mengkritik
dan merasa tidak puas dengan kinerja pemerintah, tapi masalahnya mereka sendiri
tidak bersifat kooperatif dan hanya mau seenaknya sendiri tanpa mau turut
terlibat membangun masyarakat yang lebih baik tersebut. Kondisi ini menjadi
dilema bagaimana caranya memimpin seklompok orang yang tidak mau menurut dan
hanya mau enaknya saja.
Satu-satunya jalan adalah untuk
merubah mentalitas lama. Mulai taati peraturan tidak perduli sekecil atau
sesepele apa pun itu. Tolak penyuapan ketika anda mulai disodori iming-iming.
Bertanggung jawablah terhadap lingkungan sekitar anda dan bersiaplah untuk
mengorbankan sebagian dari kenyamanan kita untuk kemajuan bersama. Terdengar
tidak menyenangkan? Memang. Tapi suka atau tidak kita harus melakukannya bila
kita menginginkan kehidupan yang lebih baik.
4. Begitu Banyak Potensi yang Tak Dimanfaatkan
Ada alasan mengapa ratusan tahun
yang lalu negara-negara Eropa berlomba-lomba ingin menjajah negara kita.
Indonesia punya begitu banyak sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan dan komoditas
yang laku keras di pasaran. Nenek moyang kita pun tahun hal itu dan Indonesia
pernah menjadi salah satu pusat perdagangan besar di Asia pada zaman kerajaan
kuno.
Kini memasuki abad 21, Indonesia
masih punya begitu banyak potensi sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan.
Secara teori bila sumber-sumber tersebut bisa dikendalikan dengan benar, maka
negara kita bisa menjadi negara dengan perekonomian yang maju. Namun tentu saja
kita semua tahu bagaimana yang sesungguhnya menjadi kenyataan kita.
Indonesia masih begitu bergantung
pada keberadaan produk-produk impor, sementara sumber daya yang kita miliki
malah dikeruk oleh pihak asing. Usir mereka? Tunggu dulu, mereka punya izin
yang legal untuk melakukan hal tersebut. Bila mereka menguasai sumber daya kita,
bukan mereka yang patut disalahkan, tapi kita sendiri karena tidak lebih dulu
mengamankan sumber-sumber tersebut. Sumber daya alam bukan satu-satunya sumber
daya yang kita sia-siakan. Sumber daya manusia kita pun seolah dipandang
sebelah mata, padahal banyak diantara mereka yang berbakat namun sedikit sekali
yang diberi apresiasi nyata. Jadi jangan salahkan mereka bila mereka memutuskan
untuk hijrah ke luar negeri, karena seindah-indahnya konsep nasionalisme,
mereka masih punya perut untuk diberi makan.
5. Diskriminasi dan Intoleransi
Masalah terakhir ini juga
merupakan salah satu masalah terbesar, terawet dan tersulit untuk diatasi, Juga
merupakan akar dari segala konflik tidak bermakna dan tidak bertujuan yang
teradi di negara kita. Sudah menjadi rahasia umum bila sebagian anggota
masyarakat kita masih memiliki kecenderungan sentimen negatif para etnis atau
agama tertentu. Hal-hal ini ditanggapi merupakan “isolated cases” atau kasus-kasus
tertentu saja yang sifatnya kecil secara umum. Tapi benarkah demikian?
Saya sendiri sering melihat di
lingkungan saya bagaimana kelompok-kelompok ini mendapat intimidasi dari pihak
yang mengatasnamakan sebagai mayoritas. Ketika ditanya alasannya, seringkali
tidak masuk akal, merasa suku sebelah sebagai pendatanglah, merasa agama
sebelah sebagai kafirlah, merasa kelompok ini berniat buruklah, intinya selalu
memandang yang lain sebagai kambing hitam, sementara dirinya dan kelompoknya
sendiri sebagai manusia paling benar di dunia ini.
Jujur hal ini sungguh konyol,
alasan anda mengatakan kalau anda dan kelompok anda lebih penting atau lebih
baik itu sungguh subjektif. Semua manusia nilainya sama, tidak ada yang lebih
hebat dan tidak ada yang lebih buruk. Dan karena anda mengikatkan diri kepada
institusi yang disebut “negara” maka anda semua sama kedudukannya di depan
hukum yang berlaku. Saya rasa (dan saya harap) anda yang membaca ini bukan
orang yang seperti itu, tapi bila anda memang menunjukkan perilaku semacam itu,
saya sarankan dengan hormat sebaiknya anda berubah, karena anda adalah masalah
terbesar dari negara ini dan penghalang majunya negara ini ke arah yang lebih baik.